Rabu, 04 Mei 2011

Makalah Manajemen Pendidikan

Makalah Manajemen Pendidikan merupakan makalah yang membahas ruanglingkup dari pendidikan, Orientasi studi manajemen pendidikan masih cenderung melihat sesuatu yang tampak di mata (tangible), kurang memperhatikan sesuatu yang tidak kelihatan (intangible) seperti nilai, tradisi dan norma yang menjadi budaya organisasi, dan ada di dalam sebuah organisasi.


Latar Belakang Makalah Pendidikan

Penyelenggaraan pendidikan di sekolah dipandang sebagai suatu sistem “dimana komponen-komponen system itu saling ketergantungan sehingga berhubungan dan saling menentukan keberhasilan suatu sistem, kegagalan suatu sekolah diakibatkan oleh gangguan sub sistem itu. Kepala sekolah yang menjalankan kepemimpinannya harus mampu mengatasi kegagalan/hambatan sub sistem agar tercapai kesempurnaan sistem itu.

Hal ini didukung oleh pakar pendidikan Prof. Dr. Oteng Sutisna, M,Sc. Guru besar FKIP dalam bukunya “Berpikir System” terbitan 1984, hal. 76. Perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi dari negara-negara maju sangat cepat, sangat cepat pula merupabah pola pikir masyarakat, hal ini mengakibatkan program pendidikan dan pengajaran lebih ketinggalan bila dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat, hal ini merupakan tantangan bagi penyelenggaraan pendidikan agar tidak statis dalam menambah wawasan dari berpikir dinamis untuk menghasilkan tamatan yang berkualitas.

Pengaruh kepemimpinan bisa diartikan, dampak akibat kebijakan dan keputusan yang dilakukan oleh seorang pimpinan dalam hal ini Kepala sekolah. Bila dalam menentukan keputusan dan kebijaksanaan salah maka akan terjadi dampak-dampak negatif yang berakibat kegagalan dalam mencapai tujuan. Bisanya muncul
  • Konflik antar personil
  • Semangat kerja menurun
  • Disiplin kerja rendah
  • Tidak merasa memiliki dan merasa tanggung jawab bersama
  • Tidak muncul keteladanan
  • Fungsi-fungsi manajemen tidak diaplikasikan dalam kegiatan sehari-hari.
  • Iklim kerja tidak menyenangkan
  • Persoalan dan permasalahan tertutup

2. Rumusan Masalah

Manajemen sekolah merupakan faktor yang terpenting dalam menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran di sekolah yang keberhasilannya diukur oleh prestasi tamatan (out put), oleh karena itu dalam menjalankan kepemimpinan, harus berpikir “sistem” artinya dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah komponen-komponen terkait seperti: guru-guru, staff TU, Orang tua siswa/Masyarakat, Pemerintah, anak didik, dan lain-lain harus berfungsi optimal yang dipengaruhi oleh kebijakan dan kinerja pimpinan.

Tantangan lembaga pendidikan (sekolah) adalah mengejar ketinggalan artinya kompetisi dalam meraih prestasi terlebih dalam menghadapi persaingan global, terutama dari Sekolah Menengah Kejuruan dimana tamatan telah memperoleh bekal pengetahuan, sikap dan keterampilan sebagai tenaga professional tingkat menengah hal ini sesuai dengan tuntunan Kurikulum SMK 2004.

Tantangan ini akan dapat teratasi bila pengaruh kepemimpinen sekolah terkonsentrasi pada pencapaian sasaran dimaksud. Pengaruh kepemimpinan Kepala Sekolah disamping mengejar ketinggalan untuk mengatasi tantangan tersebut di atas, hal-hal lain perlu diperhatikan: Ciptakan keterbukaan dalam proses penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran. Ciptakan iklim kerja yang menyenangkan Berikan pengakuan dan penghargaan bagi personil yang berprestasi Tunjukan keteladanan Terapkan fungsi-fungsi manajemen dalam proses penyelenggaraan pendidikan, seperti: Perencanaan Pengorganisasian Penentuan staff atas dasar kemampuan, kesanggupan dan kemauan Berikan bimbingan dan pembinaan kearah yang menuju kepada pencapaian tujuan Adalah kontrol terhadap semua kegiatan penyimpangan sekecil apapun dapat ditemukan sehingga cepat teratasi Adakan penilaian terhadap semua program untuk mengukurkeberhasilan serta menemukan cara untuk mengatasi kegagalan.


3. Tujuan Pembahasan Masalah

  1. Kemampuan berpikir sistem artinya memahami bahwa suatu kesatuan yang utuh didukung oleh komponen-komponen (bagian-bagian) yang satu sama lain saling ketergantungan apabila komponen-komponen itu tidak berjalan maka tidak akan terbentuk suatu kesatuan yang utuh dalam hal ini bisa diterapkan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Agar proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah merupakan suatu kesatuan yang utuh maka program akan berjalan dengan lancar dan tujuan akan tercapai.
  2. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan tantangan. Kepemimpinan suatu lembaga pendidikan merupakan wawasan yang perlu dipahami agar pengaruh pimpinan sekolah diarahkan kepada peningkatan semua tenaga kependidikan (guru tata usaha) berpikir dinamismenuju pencapaian/prestasi siswa sebagai objek pendidikan.
  3. Pengaruh pimpinan dalam melaksanakan tugasnya harus berorientasi kepada terciptanya:
  • Keterbukaan
  • Iklim kerja yang menyenangkan
  • Perasaan personil diakui dan dihargai atas prestasi kerjanya
  • Saling menunjukan keteladanan
  • Disiplin kerja yang optimal
  • Penerapan manajemen sekolah yang sempurna



BAB II
LANDASAN TEORI

Orientasi studi manajemen pendidikan masih cenderung melihat sesuatu yang tampak di mata (tangible), kurang memperhatikan sesuatu yang tidak kelihatan (intangible) seperti nilai, tradisi dan norma yang menjadi budaya organisasi, dan ada di dalam sebuah organisasi. Beberapa tahun terakhir orangbanyak beranggapan bahwa strategi, struktur, dan sistem adaah fokus dan faktor yang menjadi pendorong kusuksesan organisasi. Namun menurut Ouchi (1983) dan Key (1999) menyatakan bahwa kesuksesan organisasi justru terletak pada budaya organisasi yang meliputi nilai, tradisi, norma, yang direkat oleh kepercayaan, keakraban dan tanggung jawab yang menentukan kesuksesan organisasi.

Sedangkan menurut Basri (2004) menyatakan bahwa budaya organisasi dapat dijadikan sebagai kekuatan organisasi apabila budaya organisasi tersebut dikelola dengan baik. Untuk dapat mengelola budaya organisasi diperlukan pimpinan yang transformatif, memahami filosofi organisasi, mampu merumuskan visi, misi organisasi, dan menerapkannya melalui proses perencanaan organisasi. Dalam tulisan ini akan diulas secara ringkas manajemen pendidikan dilihat dari perspektif nilai dan budaya organisasi, walaupun banyak hal yang bisa dilihat dari sudut padang berbeda. Pendekatan nilai dan budaya organisasi ini cenderung lebih mempengaruhi dalam pengambilan keputusan.

Organisasi lembaga pendidikan adalah suatu organisasi yang unik dan kompleks karena lembaga pendidikan tersebut merupakan suatu lembaga penyelenggara pendidikan. Tujuannya antara lain adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyaraat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, memperkya khanazah ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional. Demikian komleksnya organisasi tersebut, maka dalam memberikan layanan pendidikan kepada siswa khususnya dan masyarakat pada umumnya organisasi perlu dikelola dengan baik. Oleh sebab itu lembaga pendidikan perlu menyadari adanya pergeseran dinamika internal (perkembangan dan perubahan peran) dan tuntutan eksternal yang semakin berkembang.

Menurut Jacques (1952) yang dikutip Hasri (2004), budaya organisasi didefinisikan sebagai berikut:“the culture of the factory is its customary and traditional way of thinking and doing of things, which shared to a greater or lesser degree by all its member, and which new members must learn, and at least partially accept, in order to be accepted into service in the firm” Sedangkan menurut Manan (1989) ada tujuh karakteristik budaya dasar yang bersifat universal yaitu:
  • Kebudayaan itu dipelajari bukan bersifat instingtif
  • Kebudayaan itu ditanamkan
  • Kebudayaan itu bersifat gagasan (idetional0, kebiasaan-kebiasaan kelompok yang dikonsepsikan atau diungkapkan sebagai norma-norma ideal atau pola perilaku
  • Kebudayaan itu sampai pada suatu tingkat meuaskan individu, memuaskan kebutuhan biologis dan kebutuhan ikutan liannya
  • Kebudayaan itu bersifat integratif. Selalu ada tekanan ke arah konsistensi dalam setiap kebudayaan
  • Kebudayaan itu dapat menyesuaikan diri.Schein (1985) memberi definisi bahwa budaya organisasi adalah pola asumsi dasar yang telah ditemukan suatu kelompok, ditentukan, dan dikembangkan melalui proses belajar untuk menghadapi persoalan penyesuaian (adaptasi) kelompok eksternal dan integrasi kelompok internal.

Pendapat lain tentang budaya organisasi menyatakan bahwa budaya organisasi mengacu pada suatu sistem pemaknaan bersama yang dianut oleh anggota organisasi dalam bentuk nilai, tradisi, keyakinan (belief), norma, dan cara berpikir unik yang membedakan organisasi itu dari organisasi lainnya (Ouchi, 1981).Berdasarkan berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi di lembaga pendidikan adalah pemaknaan bersama seluruh anggota organisasi di suatu lembaga pendidikan yang berkaitan dengan nilai, keyakinan, tradisi dan cara berpikir unik yang dianutnya dan tampak dalam perilaku mereka, sehingga membedakan antara lembaga pendidikan dengan lembaga pendidikan lainnya.

Terbentunya sikap saling percaya bahwa kepercayaan yang diberikan oleh pimpinan kepada bawahan akan memberikan daya rekat (social glue), tetapi ada beberapa karyawan yang tidak bisa mengemban amanah kepercayaan tersebut. Beberapa datang tidak tepat waktu, karena mereka beranggapan bahwa pimpinan mereka kurang layak menjadi pemimpin (tidak dapat memimpin jalannya sidang/rapat). Keakraban Disamping kepercayaan yang diberikan pimpinan kepada karyawan, keakraban sesama karyawan juga merupakan hal yang menonjol dalam lembaga pendidikan. Fakta membuktikan bahwa pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan oleh seorang karyawan akan dibantu karyawan lain yang mempunyai kelonggaran waktu. Kejujuran dan Tanggung Jawab lembaga pendidikan yang berkyualitas menekankan perlunya kejujuran dan tangggung jawab. Tanggung jawab karyawan terhadap pekerjaannya terlihat dari kebersihan lingkungan, piket, ruangan kelas, dan ruangan perpustakaan.


1. Pengertian Kinerja

Kinerja (performance) atau prestasi kerja atas pencapaian kerja adalah suatu kemampuan yang diukur berdasarkan pelaksanaan tugas sesuai dengan uraian tugasnya (Notomirjo, 1992, 23).

2. Pengertian Personil Sekolah

Personil sekolah adalah orang-orang yang terlibat dalam proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah. (Drs. NA Ametembun Administrasi Personil, 1983, 19).

3. Fungsi Sekolah

Sekolah adalah lembaga resmi yang menyelenggarakan proses pembelaaran antara guru dan murid sehingga timbul interaksi alammenambah pengetahuan, keterampilan dan sikap.


4. Upaya Meningkatkan Kinerja Personil Sekolah

Usaha yang paling menentuka dalam meningkatkan kinerja personil sekolah terletak pada kepemimpinan sekolah, pemimpin harus mampu memberikan pengaruh agar semua bawahan guru-guru dan staff tata usaha agar berpartisipasi aktif secara maksimal dalam pencapaian tujuan secara

Pengaruh pemimpin agar para personil berpartisipasi secara maksimal antara lain:
  1. Kesejahteraan baik lahir maupun batin memperoleh perhatian yang serius dari pimpinan.
  2. Pemecahan permasalahan dilandasi oleh sikap keterbukaan
  3. Pengakuan dan penghargaan atas prestasi kerja personil diperhatikan oleh pimpinan.
  4. Penerapan manajemen sekolah didasari atas kemampuan, kesanggupan dan kemauan personil.
  5. Pemimpin bertindak sebagai motivator
  6. Pemimpin bertindak sebagai dinamisator
  7. Menciptakan kerja sama yang harmonis
  8. Menghindari konflik antara personil
  9. Arif, bijaksana bila mengambil keputusan bagi setiap personil tanpa membeda-bedakan individual.
  10. Hilangkan sikap suka dan tidak suka terhadap personil sekolah
  11. Menciptakan rasa persaudaraan (sense of belonging).


Sumpah Pemuda 28 oktober 1928 adalah menjadi tonggak kebangkitan kaum muda untuk berikar tentang satu Indonesia. Dimana pemaknaan tersebut makin kabur, seakan-akan proyek nasoinalisme telah terkubur hari ini. Cita-cita Indonesia antara masa lalu, saat ini, dan masa yang akan datang hendak ditakar dengan takaran yang sama. Janji-janji meningkatkan kesejahteraan rakyat hannya sebatas wancana-wancana yang tak kunjung implementasinya. Sepertinya Indonesia selesai setelah terlepas dari belenggu penjajahan dan berdaulat secara politik. Salah besar jika pemikiran kolektif ini terus terpelihara.

Keindonesaiaan adalah proyek yang terus bergerak, Indonesia harus mempunyai pandangan logika kepentingan masa yang berbeda. Musuh yang amat nyata saat ini kemiskian, ketidakadilan, kebodohan, pengangguran dan korupsi. Inilah wajah Indonesia yang telah membuat tinding tebal sampai hari ini. Apakah ada cara untuk membongkar dinding tebal itu? Satu-satunya jalan adalah Pemimpin yang mempunyai jiwa pemberani Revolusioner.

Opini-opni fakta, dimana kaum tua gagal dalam meneguhkan cita-cita keindonesiaan yang moderen. Warisan kultur Orde baru masih sangat kental mempengaruhi cara kepemimpinan politik kaum tua, bahkan ide reformasi dan demokratisasi pun gagal yang ditafsirkan kedalam bentuk kebijakan untuk mengangkat kesejahteraan masyarakat kecil. Pemilu gagal melahirkan pemimpin yang revolusioner seperti Hugo Chves yang berani menentang intervensi Amerika dalam politik dan ekonomi di Venezuela. Idealnya Tokoh-tokoh seperti ini yang harus di tampilakan dalam pemilu 2009 nanti.

Selama ini pemilu hanya di dominasi oleh kaum tua dan wajah-wajah lama warisan Orde Baru, alhasil tidak menjadi obat yang mujarab bagi Indonesia hari ini. Maka wancana kepemimpinan kaum muda menjadi alternative pemimpin 2009 nanti, kemudian di hadirkan sebagi upaya mengembalikan proyek-proyek keindonesiaan yang gagal dipimpin oleh kaum tua. Cita-cita berbangsa dan bernegara hendak diarahkan kembali pada konsep mulianya, seperti yang dipertegas dalam pembukaan UUD 45, menciptakan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia, melindunggi bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaiyan abadi dan keadilan sosilal. Pembukaan UUD 1945 merupakan puncak dari proyek keindonesiaan, untuk menciptakannya diperlukan pemimpin yang yang berorientasi pada properubahan.

Pada perayaan hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2007 lalu, melahirkan iklar bersama: saatnya kaum muda memimpin tokoh-tokoh muda seperti Sukardi Rinakit, Faisal Basri, Yudi Latif, Ray Rangkuti, Efendi Ghazali dan tokoh-tokoh kaum muda lainnya (lihat Tempo Sabtu,3/11) dengan lantang meneriakan kebangkitan kaum muda dan masyarakat luas merindukan hadirnya pemimpin muda. Jelas bawha pendeklarasian ikrar oleh kaum muda dipicu kekecewaan yang mendalam yang melihat pemerintahan yang selama ini dipimpin oleh kaum tua yang tidak bervisi, dan penuh dengan atmosfer kepentingan. Sebelum kita beranjak lebih jauh kepemimpinan kaum muda dalam politik praktis, muncul satu pertanyaan yang mendasar apakah kepemimpinan kaum muda nantinya bisa meramu suatu solusi untuk menyelamatkan Indonesia dari kemiskian, ketidakadilan, kebodohan, pengangguran dan korupsi yang menjadi potret kelam wajah negeri ini?

Berbicara tentang kombinasi yang seharusnya harmonis, idealnya semangat kaum muda di kombinasikan dengan pengalaman kaum tua sehingga tecipta sutu dialong-dialong yang bersiat emansipatoris antara kaum muda dan kaum yang berpengalaman, sehingga nantinya tercipata sutu dilalektika yang menuju Indonesia baru. Namun hal ini tidak mudah, pendapat-pendapat fakta, komunikasi kedua kaum ini tidak sejalan, karena arogansi kaum tua, mereka mengklaim kaum tua yang lebih berpengalaman, sedangan kaum muda penuh dengan keidialisannya. Meski terkesan klise dialog adalah jawabannya.

Krisis kepercayaan intelektual kepemimpnan kaum tua telah membawa peluang kaum muda untuk melangkah pada pemilu 2009 nanti, namu muncul pesimisme munkinkah pemilu 2009 melahirkan seorang pemimpin muda politik untuk menjadi Presiden. Tantangan-tantangan yang menghalagi tampilnya tokoh-tokoh muda alternative adalah minimnya partai-partai yang mendukung ide kepemimpinan kaum muda, ini merupakan pokok permasalahan yang krusial. Jaringan-jaringan yang pro terhadap kepemimpinan kaum muda adalah lebih didominasi oleh aktivis-aktivis yang independent yang tidak brfaliasi dengan partai-partai politik. Permasalahan ini muncul dikarenakan kurangnya respon oleh tokoh-okoh partai politik terhadap kepemimpinan kaum muda, sehingga kepemimpinan kaum muda agak sulit diperjuangkan.

Dalam system politik yang dihegomonikan partai, memang terasa sulit bagi prodemokrasi untuk melakukan revolusi pemerintahan, karena tidak ada dukungan dari partai sebab di dalam konsesus nasionalhanya dimungkinkan dilakukan partai politik untuk berhak mengajukan calon-calon pimpinan pimpinan untuk dipilah dalam pemelihan umum.

Melihat partai-partai yang hegomoni seperti Partai golkar, Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia, dan Partai Demokrat dimana pucuk ketua pimpinan dipegang oleh kaum-kaum tua, sulit sekali buat memajukan tokoh muda alternative, baik didalm tubuh partai maupun di luar partai. Minimnya partai-partai yang yang pro terhadap pimpinan muda akan menyulitkan masyarakat yang pro terhadap kepemimpinan kaum muda melakukan perubahan. Seperti yang dikatakan tokoh politik Abdul Gafur Sangaji, partai-partai hanya melakuakn daur ulang terhadap tokoh-tokoh tua yang sudah ada.

Tokoh-tokoh prodemokrasi sangat kecewa dengan partai-partai politik dikarenakan tidak tersedianya space bagi tokoh-tokoh muda didalam tubuh partai maupun di luar partai ini menyulitkan tokoh-tokoh muda untuk bisa melakukan perubahan, terlebih lagi tokoh-tokoh prodemokrasi bersikap antipartai yang mana lebih menyulitkan lagi untuk tokoh-tokoh muda untuk menjadi pemimpin alternative. Seharusnya tokoh-tokoh prodemokrasi lebih mendekatkan diri pada partai politik, karena partai politiklah yang merupakan isatu-satunya demokrasi yang bisa mencapai kekuasaan. Semakin banyaknya aktivis demokrasi yang menyebar kedalam tubuh partai, kemungkinan besar peluang kekuasaan dipegang oleh tokoh-tokoh kepemimpinan muda untuk membawa negeri ini ke jalur mulianya.


MANAJEMEN PEDIDIKAN

A. Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi perilaku orang-orang lain agar mau bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi itu mengandung dua pengertian pokok yang sangat penting tentang kepemimpinan, yaitu

  • Pertama, mempengaruhi perilaku orang lain. Kepe-mimpinan dalam organisasi diarahkan untuk mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya, agar mau berbuat seperti yang diharapkan ataupun diarahkan oleh orang yang memimpinnya. Motivasi o-rang untuk berperilaku ada dua macam, yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Dalam hal motivasi ekstrinsik perlu ada faktor di luar diri orang tersebut yang mendorongnya untuk berperi-laku tertentu.
Dalam hal semacam itu kepemimpinan adalah faktor luar. Sedang motivasi intrinsik daya dorong untuk berperilaku tertentu itu berasal dari dalam diri orang itu sendiri. Jadi semacam ada kesadaran kemauan sendiri untuk berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki mutu kerjanya. Kepemimpinan yang merupakan faktor eksternal tadi, harus selalu dapat memotivasi anggota organisasi perguruan tinggi untuk melakukan perbaikan-perbaikan mutu. Tetapi kalau setiap kali dan dalam setiap hal harus memberi perintah atau pengarahan, itu akan menimbulkan kesulitan. Kalau setiap melakukan pekerjaan dengan baik itu harus dengan perintah pimpinan, dan kalau tidak ada perintah pimpinan tidak dilakukan pekerjaan dengan baik, maka perbaikan mutu kinerja yang terus menerus akan sulit diwujudkan.

Oleh karena itu MMT mengajarkan agar kepemimpinan itu selain untuk memberi pengarahan atau perintah tentang hal-hal yang perlu ditingkatkan mutunya, juga perlu digunakan untuk menumbuhkan motivasi intrinsik, yaitu menumbuhkan kesadaran akan perlunya setiap orang dalam perguruan tinggi itu selalu berupaya meningkatkan mutu kinerjanya masing-ma-sing secara individual maupun bersama-sama sebagai kelompok ataupun sebagai organisasi.

  • Kedua, kepemimpinan harus diarahkan agar orang-orang mau berkerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi perilaku yang ditimbulkan oleh kepemimpinan itu berupa kesediaan orang-orang untuk saling bekerjasama mencapai tujuan organisasi yang disepakati bersama. Dalam implementasinya kepemimpinan MMT yang berhasil adalah yang mampu menumbuhkan kesadaran orang-orang dalam perguruan tinggi untuk melakukan peningkatan-peningkatan mutu kinerja dan terciptanya kerjasama dalam kelompok-kelompok untuk meningkatkan mutu kinerja masing-masing kelompok maupun kinerja perguruan tinggi secara terpadu. Adanya kerjasama-kerjasama kelompok merupakan salah satu kunci keberhasilan MMT.
Dalam proses tersebut pimpinan membimbing, memberi pengarahan, mempengaruhi perasaan dan perilaku orang lain, memfasilitasi serta menggerakkan orang lain untuk bekerja menuju sasaran yang diingini bersama. Semua yang dilakukan pimpinan harus bisa dipersepsikan oleh orang lain dalam organisasinya sebagai bantuan kepada orang-orang itu untuk dapat meningkatkan mutu kinerjanya.

Dalam hal ini usaha mempengaruhi perasaan mempunyai peran yang sangat penting. Perasaan dan emosi orang perlu disentuh dengan tujuan untuk menumbuhkan nilai-nilai baru, misalnya bekerja itu harus bermutu, atau memberi pelayanan yang sebaik mungkin kepada pelanggan itu adalah suatu keharusan yang mulia, dan lain sebagainya. Dengan nilai-nilai baru yang dimiliki itu orang akan tumbuh kesadarannya untuk berbuat yang lebih bermutu. Dalam ilmu pendidikan ini masuk dalam kawasan affective.


PENGARUH KEPEMIMPINAN


1 Pengertian Pengaruh Kepemimpinan

Perubahan yang terjadi akibat interaksi yang terjadi antara bawahan dan atasan (pimpinan dan yang dipimpin). Pemimpin harus mampu memperngaruhi bawahan, hal ini sesuai dengan pendapat R. Iyeng Wiraputra, M.Sc. dosen IKIP Bandung Buku kepemimpinan terbitan 1985, hal 27. Bahwa kepemimpinan artinya kemampuan untuk mempengaruhi bawahan untuk mengikuti atasan. Hal yang mengakibatkan memiliki pengaruh antara lain pengetahuan, pengalaman, wibawa, kharisma serta jabatan. 2.2 Tugas kepemimpinan

Penyelenggaraan manajemen sekolah merupakan tugas pemimpin sekolah, inti dari manajemen sekolah adalah manajemen (Drs. NA Amatembun IKIP Bandung dalam bukunya Dasar manajemen Sekolah Jilid I, terbitan 1981, hal 38). Dengan demikian tugas pemimpin adalah melaksanakan fungsi-fungsi manajemen seperti :
  • Perencanaan
  • Pengorganisasian
  • Penetapan staf-staf pembantu pelaksana kegiatan
  • Memberikan pengarahan bimbingan dan pembinaan
  • Mengadakan pengawasan untuk mengatasi penyimpangan
  • Melaksanakan penilaian untuk mengukut keberhasilan

Semua fungsi manajemen diaplikasikan dalam program penyelenggaraan pendidikan di sekolah.

1. Wewenang Pemimpin

Kekuasaan yang dibebankan kepada diri seseorang pemimpin sesuai dengan objek dalam kepemimpinannya.

2. Hak Pemimpin

Pemimpin formal mempunyai hak-hak yang perlu disahkan atas ketentuan hukum yang berlaku antara lain:
  • Hak memperoleh SK dari jabatan yang berwenang
  • Hak memperoleh jaminan atas jabatan
  • Hak mendapat imbalan atas dasar tugas dan tanggung jawab
  • Hak melakukan tugas kepemimpina n kepada bawahan

3. Kewajiban Pemimpin

Pemimpin adalah jabatan dan jabatan adalah kepercayaan kewajiban pemimpin adalah mempertahankan kepercayaan untuk melaksanakan tugas yang dibebankan dan kepercayaan itu perlu dipertanggung jawabkan kepada diri sendiri, masyarakat, dan bangsa serta kepada Allah SWT.

 4. Tanggung Jawab Pemimpin

Tanggung jawab adalah keberanian menanggung resiko yang terjadi akibat perbuatan dan tindakan yang dikerjakan, bawahan sebenarnya hanya membantu pelaksanaan tugas dan tanggung jawab seorang pemimpin. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah maju mundurnya pendidikan merupakan tanggung jawab pimpinan sekolah sama halnya seperti dalam keluarga, kepala keluarga bertanggung jawab atas anggota keluarganya dalammelaksanakan kehidupan berumah tangga.


2. Tujuh hal mendasar yang perlu dikuasai Untuk kepemimpinan mutu

MMT dilaksanakan dalam suatu organisasi atau institusi tertentu yang pada tahap awal implementasinya organisasi itu digerakkan oleh kepemimpinan yang sangat peduli pada mutu dan bertekad kuat untuk membuat organisasinya itu selalu dan terus menerus meningkatkan mutu kiner-janya, apakah itu dalam bentuk produk atau jasa. Kepemimpinan untuk MMT itu memerlukan modal dasar dalam bentuk penguasaan tujuh mendasar yang menyangkut kehidupan organisasinya.

1. Filosofi Organisasi

Mengapa organisasi yang dipimpinnya ini ada dan untuk apa ? Jawaban ter-hadap pertanyaan yang sangat mendasar ini perlu dikuasai secara baik oleh semua orang yang memegang tampuk kepemimpinan dari suatu organisasi. Tanpa menguasai jawabannya secara baik diragukan apakah mereka akan mampu mengarahkan orang-orang lain dalam organisasi itu ke tujuan yang seharusnya.

2. V i s i

Akan menjadi organisasi yang bagaimanakah organisasi itu di masa depan ? Orang-orang yang memegang kepemimpinan perlu memiliki pandangan jauh ke depan tentang organi-sasinya; mereka ingin mengembangkan organisasinya itu menjadi organisasi yang bagaimana, yang mampu berfungsi apa dan bagaimana, yang mampu memproduksi benda dan jasa apa dan yang bagaimana, serta untuk dapat disajikan kepada siapa ? Visi ini seharusnya berjangka panjang, misalnya 10 tahun atau 25 tahun ke dapan, agar dapat memfasilitasi usaha-usaha perbaikan mutu kinerja yang berkelanjutan.

3. M i s i

Mengapa kita ada dalam organisasi ini ? Apa tugas yang harus kita lakukan ? Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini berkaitan dengan visi tersebut di atas. Bagaimana visi itu akan dapat diwujudkan ? Tugas-tugas pokok apakah yang harus dilakukan oleh organisasi agar visi atau kondisi masa depan organisasi tadi dapat diwujudkan. Rumusan tentang misi organisasi ini juga seharusnya dapat dikuasai dengan baik dan jelas oleh orang-orang yang memegang kepemimpinan agar mereka dapat memberi arahan yang benar dan jelas kepada orang-orang lain.

4. Nilai-nilai (values)

Prinsip-prinsip apa yang diyakini sebagai kebenaran yang berfungsi sebagai pedoman dalam menjalankan tugas organisasi, dan ingin agar orang lain dalam organisasi juga mengadopsi prinsip-prinsip tersebut. Misalnya mutu, fokus pada pelanggan, disiplin, kepelayanan adalah nilai-nilai yang seharusnya dianut oleh orang-orang yang memegang kepemimpinan MMT.
 
5. Kebijakan (policy)

Ialah rumusan-rumusan yang akan disampaikan kepada orang-orang dalam organisasi sebagai arahan agar mereka mengetahui apa yang harus dilakukan dalam menyediakan pelayanan dan barang kepada para pelanggan. Orang-orang yang memegang kepemim-pinan harus mampu merumuskan kebijakan-kebijakan semacam itu agar orang-orang dapat menyajikan mutu seperti yang diinginkan oleh organisasi.

6. Tujuan-tujuan Organisasi :

Ialah hal-hal yang perlu dicapai oleh organisasi dalam jangka panjang dan jangka pendek agar memungkinkan orang-orang dalam organisasi memenuhi misinya dan mewujudkan visi mereka. Tujuan-tujuan organisasi itu perlu dirumuskan secara kongkrit dan jelas.

7. Metodologi

Adalah rumusan tentang cara-cara yang dipilih secara garis besar dalam bertindak menuju pewujudan visi dan pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Metodologi ini terbatas pada garis-garis besar yang perlu dilakukan dan bukan detil-detil teknik kerja.

Ketujuh hal yang sangat mendasar itu perlu dikuasai dan dalam implementasi MMT hal itu akan dituangkan dalam merumuskan rencana strategis untuk mutu. Tanpa kemampuan merumuskan ketujuh hal itu secara spesifik dan mengkomunikasikannya kepada orang-orang dalam organisasi, sulit bagi orang-orang itu untuk mewujudkan mutu seperti yang diinginkan.



C. Pengertian Kepemimpinan MMT

Untuk menerapkan MMT dalam suatu organisasi diperlukan adanya kepemimpinan yang ciri-cirinya berbeda dengan kepemimpinan yang tidak untuk meraih mutu. MMT diterapkan dalam organisasi yang melihat tugas organisasinya tidak sekedar melaksanakan tugas rutin, yang sama saja dari hari ke hari berikutnya. Semua sudah ditentukan standarnya, dan kalau kinerja sudah sesuai standar maka bereslah segalanya. MMT juga mengenal standar kinerja, tetapi bedanya standar ini bersifat dinamis, artinya standar itu selalu bisa ditingkatkan. Sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan mutu secara berkelanjutan. Untuk itu MMT memerlukan kepemimpinan yang mempu-nyai ciri-ciri yang agak khusus seperti yang akan dibahas berikut ini

1. Fokus pada Kelompok.

Kepemimpinan lebih diarahkan kepada kelompok-kelompok kerja yang memiliki tugas atau fungsi masing-masing, tidak memfokus kepada individu. Hal ini akan berakibat tumbuh berkembangnya kerjasama dalam kelompok-kelompok. Motivasi individu akan menjadi tugas semua orang dalam kelompok, jadi kelompok kerja menjadi sumber motivasi bagi setiap ang-gota dalam kelompok. Karena pimpinan selalu menilai kinerja kelompok, bukan individu, maka ma-sing-masing kelompok akan berusaha memacu kerjasama yang sebaik-baiknya, kalau perlu dengan menarik-narik teman sekelompoknya yang kurang benar kerjanya.

2. Melimpahkan wewenang untuk membuat keputusan.

Kepemimpinan MMT tidak selalu membuat keputusan sendiri dalam segala hal, tetapi hanya melakukannya dalam hal-hal yang akan lebih baik kalau dia yang memutuskannya. Sisanya diserahkan wewenangnya kepada ke-lompok-kelompok yang ada di bawah pengawasannya. Hal ini dilakukan terutama untuk hal-hal yang menyangkut cara melaksanakan pekerjaan secara teknis. Orang-orang yang ada dalam kelompok-kelompok kerja yang sudah mendapatkan pelatihan dan sehari-hari melakukan pekerjaan itulah yang lebih tahu bagaimana melakukan pekerjaan dan karenanya menjadi lebih kompeten untuk membuat keputusan dari pada sang pimpinan.

3. Merangsang kreativitas.

Setiap upaya meningkatkan mutu kinerja, apakah itu dalam mengha-silkan barang atau menghasilkan jasa, pada dasarnya selalu diperlukan adanya perubahan cara kerja. Jadi kalu diinginkan adanya mutu yang lebih baik jangan takut menghadapi perubahan, se-bab tanpa perubahan tidak akan terjadi peningkatan mutu kinerja. Perubahan bisa diciptakan oleh pemimpin, tetapi tidak perlu harus selalu berasal dari pimpinan, sebab kemampuan pemim-pinpun terbatas. Oleh karena itu pemimpin justru perlu merangsang timbulnya kreativitas di ka-langan orang-orang yang dipimpinnya guna menciptakan hal-hal baru yang sekiranya akan menghasilkan kinerja yang lebih bermutu. Seorang pemimpin tidak selayaknya memaksakan ide-ide lama yang sudah terbukti tidak dapat menghasilkan mutu kinerja seperti yang diharap-kan. Setiap ide baru yang dimaksudkan untuk menghasilkan sesuatu yang lebih bermutu dari manapun asalnya patut disambut baik. Orang-orang dalam organisasi harus dibuat tidak takut untuk berkreasi, dan orang yang terbukti menghasilkan ide yang bagus harus diberi pengakuan dan penghargaan.

4. Memberi semangat dan motivasi untuk berinisiatif dan berinovasi.

Seorang pimpinan MMT selalu mendambakan pembaharuan, sebab dia tahu bahwa hanya dengan pembaharuan akan dapat dihasilkan mutu yang lebih baik. Oleh karena itu dia harus selalu mendorong semua orang dalam organisasinya untuk berani melakukan inovasi-inovasi, baik itu menyangkut cara kerja maupun barang dan jasa yang dihasilkan. Tentu semua itu dilakukan melalui proses uji coba dan evaluasi secara ketat sebelum diadopsi secara luas dalam organisasi. Sebaliknya seo-rang pimpinan tidak sepatutnya mempertahankan kebiasaan-kebiasaan kerja lama yang sudah terbukti tidak menghasilkan mutu seperti yang diharapkan olah organisasi maupun oleh para pe-langgannya.

5. Memikirkan program penyertaan bersama.

MMT selalu mengupayakan adanya kerjasama dalam tim, kelompok, atau dalam unit-unit organisasi. Program-program mulai dari tahap peren-canaan sampai ke pelaksanaan dan evaluasinya dilaksanakan melalui kerjasama, dan bukan pro-gram sendiri-sendiri yang bersifat individual. Adanya sistem kerja yang didasari oleh kerjasama dalam tim, kelompok atau unit itu harus selalu menjadi pemikiran para pimpinan MMT. Dasarnya adalah pengikut-sertaan semua orang dalam kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan ba-kat, minat dan kemampuan masing-masing orang. Orang adalah aset terpenting dalam organisasi dan karena itu setiap orang yang ada harus dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan penca-paian tujuan organisasi.

6. Bertindak proaktif.

Pemimpin MMT selalu bertindak proaktif yang bersifat preventif dan an-tisipatif. Pemimpin MMT tidak hanya bertindak reaktif yang mulai mengambil tindakan bila su-dah terjadi masalah. Pimpinan yang proaktif selalu bertindak untuk mencegah munculnya masa-lah dan kesulitan di masa yang akan datang. Setiap rencana tindakan sudah difikirkan akibat dan konsekuensi yang bakal muncul, dan kemudian difikirkan bagaimana cara untuk mengeliminasi hal-hal yang bersifat negatif atau sekurang berusaha meminimalkannya. Dengan demikian ke-hidupan organisasi selalu dalam pengendalian pimpinan dalam arti semua sudah dapat diper-hitungkan sebelumnya, dan bukannya memungkinkan munculnya masalah-masalah secara me-ngejutkan dan menimbulkan kepanikan dalam organisasi. Tindakan yang reaktif biasanya sudah terlambat atau setidaknya sudah sempat menimbulkan kerugian atau akibat negatif lainnya.

7. Memperhatikan sumberdaya manusia.

Sudah dikatakan sebelumnya bahwa orang adalah sumberdaya yang paling utama dan paling berharga dalam setiap organisasi. Oleh karena itu SDM harus selalu mendapat perhatian yang besar dari pimpinan MMT dalam arti selalu diupa-yakan untuk lebih diberdayakan agar kemampuan-kemampuannya selalu meningkat dari waktu ke waktu. Dengan kemampuan yang meningkat itulah SDM itu dapat diharapkan untuk mening-katkan mutu kinerjanya. Program-program pelatihan, pendidikan dan lain-lain kegiatan yang bersifat memberdayakan SDM harus dilembagakan dalam arti selalu direncanakan dan dilaksa-nakan bagi setiap orang secara bergiliran sesuai keperluan dan situasi.

8. Bicara tentang adanya persaingan ketat.

Bila berbicara tentang mutu tentu akan terlintas adanya mutu yang tinggi dan mutu yang rendah. Bila dikatakan bahwa kinerja suatu organisasi itu tinggi tentu karena dibandingkan dengan mutu organisasi lain yang kenyataannya lebih rendah. Artinya mutu tentang segala sesuatu itu sifatnya relatif, bukan absolut. Setidaknya begitulah pengertian mutu menurut MMT. Pimpinan dalam MMT dianjurkan melakukan pem-bandingan dengan organisasi lain, membandingkan mutu organisasinya dengan mutu organisasi lain yang sejenis. Kegiatan ini disebut benchmarking. Pimpinan MMT selalu berusaha menya-mai mutu kinerja organisasi lain dan kalau bisa bahkan berusaha melampaui mutu organisasi lain.

Bila pimpinan berbicara tentang mutu organisasi lain dan kemudian ingin menyamai atau melebihi mutu organisasi lain itu, berarti pmpinan itu berbicara tentang persaingan. Setiap organisasi berusaha mendapatkan pelanggan yang lebih banyak dan yang berciri lebih baik. Usaha ini hanya akan berhasil kalau organisasi itu mampu berkinerja yang mutunya lebih tinggi dari organisasi lain. Ini persaingan. MMT dikembangkan untuk memenangkan persaingan. Oleh karena itu pimpinan MMT selalu harus menyadari adanya persaingan dan berbicara tentang itu dengan orang-orang dalam organisasinya.

9. Membina karakter, budaya dan iklim organisasi.

Karakter suatu organisasi tercermin dari pola sikap dan perilaku orang-orangnya. Sikap dan perilaku organsasi yang cenderung menim-bulkan rasa senang dan puas pada fihak pelanggan-pelanggannya perlu dibina oleh pimpinan. Demikian pula budaya organisasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai tertentu yang relevan dengan mutu yang diinginkan oleh organisasi itu juga perlu dibina. Misalnya dalam lembaga pendidikan perlu dikembangkan budaya yang menjunjung tinggi nilai-nilai belajar, kejujuran, kepelayanan, dan sebagainya. Nilai-nilai yang merupakan bagian dari budaya organisasi itu harus menjadi pedoman dalam bersikap dan berperilaku dalam organisasi. Namun demikian ka-rakter dan budaya organisasi itu hanya akan tumbuh dan berkembang bila iklim organisasi itu menunjang. Olah karena itu pimpinan juga harus selalu membina iklim organisasinya agar kon-dusif bagi tumbuh dan berkembangnya karakter dan budaya organisasi tadi. Misalnya dengan menciptakan dan melaksanakan sistem penghargaan yang mendorong orang untuk bekerja dan berprestasi lebih baik. Atau pimpinan yang selalu berusaha berperilaku sedemikian rupa hingga dapat menjadi model yang selalu dicontoh oleh orang-orang lain.

10. Kepemimpinan yang tersebar.

Pemimpin MMT tidak berusaha memusatkan kepemimpinan pada dirinya, tetapi akan menyebarkan kepemimpinan itu pada orang-orang lain, dan hanya me-nyisakan pada dirinya yang memang harus dipegang oleh seorang pimpinan. Kepemimpinan yang dimaksudkan adalah pengambilan keputusan dan pengaruh pada orang lain. Pengambilan tentang kebijaksanaan organisasi tetap ditangan pimpinan-atas, dan lainnya yang bersifat operasional atau bersifat teknis disebarkan kepada orang-orang lain sesuai dengan kedudukan dan tugasnya. Dalam banyak hal bahkan pengambilan keputusan itu diserahkan kepada tim atau kelompok kerja tertentu. Dengan demikian ketergantungan organisasi pada pimpinan akan sangat kecil, tetapi sebagian besar dari orang-orang dalam organisasi itu memiliki kemandirian yang tinggi. Kondisi semacam ini tentu saja akan tercapai melalui penerapan MMT yang baik dan benar, dan setelah melalui proses pembinaan yang panjang.

Makin banyak dari kesepuluh ciri itu yang diterapkan oleh pimpinan MMT semakin baiklah mutu kepemimpinannya, dalam arti makin baiklah suasana kerja yang kondusif untuk terciptanya mutu, dan makin kuatlah dorongan yang diberikan kepada orang-orang dalam orga- nisasinya untuk meningkatkan mutu kinerjanya. Kesepuluh hal tersebut perlu dihayati dan di-praktekkan oleh semua pimpinan , dari yang tertinggi sampai yang terrendah, sehingga akhirnya akan menjelma menjadi pola tindak yang normatif dari semua unsur pimpinan.



A. Kesimpulan

Dari penulisan ringkas di atas dengan melihat latar belakang dan pembahasan masalah, maka dapat diambil kesipulan sebagai berikut:

  • Bahwa tujuannya antara lain adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyaraat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, memperkya khanazah ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
  • Budaya organisasi di lembaga pendidikan adalah pemaknaan bersama seluruh anggota organisasi di suatu lembaga pendidikan yang berkaitan dengan nilai, keyakinan, tradisi dan cara berpikir unik yang dianutnya dan tampak dalam perilaku mereka, sehingga membedakan antara lembaga pendidikan dengan lembaga pendidikan lainnya.
  • Perekat organisasi pendidikan adalah kepercayaan pimpinan kepada bawahan, keakraban/kebersamaan, dan kejujuran dan tanggung jawab.
Kepemimpinan sangat berpengaruh dalam proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah, agar pengaruh yang timbul dapat meningkatkan kinerja personil secara optimal. Maka pemimpin harus memiliki wawasan dan kemampuan dalam melaksanakan gaya kepemimpinan

Kemampuan pemimpin dalam memerankan gaya kepemimpinan yang bertumpu kepada partisipasi aktif semua personil sekolah akan memunculkan keberhasilan seorang pemimpin

Pemimpin harus memiliki pemahaman tentang konsep sistem (berpikir secara sistematik) dalam memahami suatu sekolah sebagai suatu kesatuan yang utuh.

Pemimpin harus memahami wawasan jauh kedepan agar tantangan masadepan telah menjadi program dalam penyelenggaraan pendidikan.

Konsentrasi pemimpin terhadap kinerja personil pada akhirnya sasaran yang hendak dicapai adalah peningkatan prestasi sekolah pada umumnya dapat tercapai adalah peningkatan prestasi sekolah pada umumnya dapat tercapai dan pada khususnya menghasilkan tamatan yang berkualitas.


B. Saran-Saran

  • Untuk meningkatkan kinerja personil sekolah sebaiknya kunjungan antar sekolah sering dilakukan untuk melihat kemajuan dan perkembangan yang telah dicapai di sekolah masing-masing.
  • Sebaiknya kesejahteraan lahir dan batin mendapat prioritas dalam melaksanakan tugas pemimpin.

-----------, 2003. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 manajemen pendidikan , Jakarta: Depdiknas RI

-----------,2002. Masalah manajemen pendidikan di Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan Ditjen Dikdasmen - Dik menum.

http://artikelrande.blogspot.com/2010/07/manajemen-pedidikan.html

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | Grocery Coupons